Kamis, 17 Mei 2012

She’s so lovely.. that’s why i sang that song

Seorang gadis berjalan dengan cepatnya disebuah lorong kampusnya. Ia terlihat sedang tergesa-gesa dan menerobos beberapa orang yang sedang melewatinya. Rambut coklat panjangnya terlihat berkibar dibelakang tubuh gadis itu. Berkali-kali gadis itu melihat jam tangannya, berharap waktu akan melambat agar ia bisa cepat sampai ke gedung pertemuan.
Viola langsung memencet tombol untuk naik keatas, setelah sampai kedalam gedung. Gadis itu ingin menuju ke lantai tujuh. Mungkin ia sudah gila jika ia tidak naik lift dan lebih memilih berjalan menanjaki beribu-ribu anak tangga.
“Come on!” ia tak bisa berhenti menggerutu karena menurutnya lift ini begitu lambat dan tidak juga muncul dihadapannya. Hingga akhirnya terdengar bunyi dentingan lift yang sudah terbuka dihadapannya. Ia langsung masuk kedalam dan menekan tombol tujuh yang ada didalam lift itu. Sambil menghentakan kakinya tidak sabaran Viola menunggu hingga lift itu membawanya naik kelantai yang ia tuju. Dan baru ia sadari bahwa ia sendirian didalam lift itu.
Ia menolehkan kepalanya “No one here?” tanyanya pada dirinya sendiri sok santai. Padahal jauh didalam hatinya ia takut. Bagaimana kalau lift macet, sedangkan dia hanya sendiri di lift itu? Tidak bisa dibayangkan. Hingga tiba-tiba ada seorang pria yang masuk dari lantai dua.
Viola sempat melihat sekilas wajah pria itu kemudian mencoba tidak mempedulikannya. Ia sedikit menyadari bahwa pria itu lumayan tampan. Tapi ini bukan waktunya untuk memikirkan hal itu! Ia akan terlambat untuk masuk kedalam ruangan auditorium.
“Hei....cepetan dikit kenapa sih!” omel Viola sambil menendang-nendang, ia tidak sadar bahwa pria disampingnya mendengar apa yang sedang ia gumamkan.
Ting. Lift itu kembali berbunyi ketika mereka sudah berada dilantai tujuh. Dan kali ini Viola langsung berlari kecil untuk menghampiri sebuah meja absensi untuk para peserta. Ia menghela nafas lega karena ia melihat banyak para peserta yang mengikut absensi, itu artinya ia belum terlambat. Ia tersenyum pada seorang gadis dan menghampiri gadis itu. “You late, Viola!” kata Belle, salah satu teman Viola.
“Sorry, ada gangguan sedikit. Hehehe” timpal Viola dengan cengirannya. “Well, cepat keluarkan kartu pesertamu” suruh temannya itu.
Viola adalah salah satu peserta dari lomba seni mahasiswa yang diadakan di universitasnya. Ia sangat amat excited ketika spanduk lomba itu dipasang dihalaman kampusnya. Berbagai jenis lomba terlihat disana, dan Viola sudah memantapkan dirinya untuk mengikuti lomba Short Story. Membuat tulisan pendek. Itu adalah salah satu hobby-nya dan ia berharap hobby-nya itu akan menjadi suatu yang menguntungkan baginya nanti dan menurutnya ini adalah salah satu peluang bagi dirinya.
Dengan semangat yang menggebu-gebu. Gadis itu pun akhirnya mengikuti lomba itu bersama Belle. Belle sendiri mengikuti lomba Design Grafis.
Viola memasukan tangannya kedalam tas yang ia bawa. Mencari-cari sebuah kartu peserta yang ia simpan didalam dompet. “Tidak ada!” katanya hampir berteriak “Apanya?”
“My Wallet” jawab Viola sambil terus mencari-cari diseluruh tasnya. But, she can’t found it. “Oh My God! I lost my wallet, Belle! What should I do now???” teriaknya frustasi setelah beberapa menit mencari benda itu didalam tasnya.
“You sure you brought it from your home?”
“Yes! I really sure”
Viola sudah ingin menangis, ia tak akan bisa membayangkan bagaimana kalau gadis itu benar-benar kehilangan dompetnya. Kartu ATM, kartu mahasiswa dan data penting lainnya ada disana.
Tiba-tiba ada seorang pria menghampiri Viola dan Belle. Viola masih tertunduk frustasi dan hampir menangis.
“Hey, I found this wallet. Is this yours?” kata orang yang menghampiri mereka berdua sambil memberikan sebuah dompet berwarna pink. Viola langsung membelalakan matanya dan merebut dompet itu secara kasar dari tangan pria itu. 
“Yeah!! It’s mine! Thanks! But, Where you found this?”
“It was drop after you walk through the lift” jelasnya sambil tersenyum. Viola terdiam sejenak. Ia baru ingat kalau pria ini adalah pria yang tadi satu lift dengannya. Oh, baru saja kenal tapi kejelekan gadis itu sudah diketahui oleh pria ini.
“Thanks..” kata Viola berterima kasih lagi, karena ia tidak tau apa yang harus ia katakan, mengingat pria ini sudah tau sifat sembrononya. “anytime” jawab pria itu dengan senyumannya.
Stop smiling to me! jerit Viola dalam hati. Senyuman pria itu sepertinya mampu membuat Viola sedikit salah tingkah. “Okay, i gonna go” ucap pria itu yang disambut anggukan oleh Viola. Pria itu berjalan menjauhi Viola dan Belle, tapi mata Viola masih belum bisa mengalihkan pandangannya pada pria itu.
“He’s handsome, isn’t he?” tanya Belle mengagetkan Viola. “W-what?” Viola tergelak kaget mendengar kata-kata Belle yang tidak begitu jelas baginya.
“Do you like him?” Belle bertanya lagi. Kali ini ia melayangkan pandangan curiga pada temannya. “N-no!! Ofcourse no!!” jawab Viola gelagapan sambil mengeluarkan kartu peserta dari dompetnya. Belle menyipitkan matanya.
“Kenapa melihatku begitu?! Aku tidak menyukainya!!” kata Viola ketus. “Really?? He’s handsome i thought”
“Yes, but i don’t like him. Why?”
“Benarkah? Tidak apa jika kau menyukainya, itu berarti kau masih normal kan?”
Viola malas menanggapi kata-kata Belle, ia memilih untuk menarik tangan temannya itu daripada membahas hal yang saat ini sama sekali tidak penting. Mungkin.
Mereka berdua masuk kedalam ruangan auditorium. Ruangan yang akan mereka duduki selama sekitar tiga jam kedepan. Viola dan Belle duduk bersampingan. Yeah, mereka berdua memang tidak bisa dipisahkan.
Beberapa menit setelah itu, ada seorang pria yang berwibawa naik ke panggung auditorium besar itu. Ia terlihat seperti ingin memberikan sebuah pidato tentang acara yang akan berlangsung ini. Viola yang merasa bosan dengan pidato pria itu melayangkan pandangannya kesegala arah diruangan itu, berharap ia bisa menemukan sesuatu yang mungkin lebih menarik daripada pidato yang membosankan itu.
Matanya langsung berhenti pada seorang pria yang sedang memakai blazer berwarna hitam, ia terlihat sedang memerhatikan kedepan. Ke bapak-bapak yang sedang pidato itu. Viola menyipitkan matanya, ia sepertinya kenal dengan pria itu. “Ah! Dia kan yang menemukan dompetku tadi” ucapnya sendiri. “Apasih?” timpal Belle yang mendengar ucapan Viola tadi. “No, forget it” Viola menggeleng lalu kembali memerhatikan pidato itu.
Jadi dia salah satu finalis kompetisi ini juga? Gumamnya dalam hati. Sejujurnya Viola senang bisa menemukan pria itu didalam ruangan ini. Itu artinya, ia akan melihat pria tampan itu selama kompetisi berlangsung. Viola tersenyum diam-diam.
Karena merasa penasaran, Viola kembali menolehkan kepalanya kearah pria itu lagi. Setidaknya, gadis itu jadi lebih sedikit bersemangat. Tanpa disadari Viola sudah cukup lama memandangi wajah pria itu dari posisinya. Ia mengerjapkan kedua matanya. “Berhenti Viola! Kau akan terlihat bodoh jika tertangkap basah olehnya!” katanya sambil mensugesti dirinya.
Tapi, sepertinya kendali otaknya tak mau mendengarkan perintahnya barusan. Belum ada beberapa menit berlalu, mata Liona kembali melihat kearah pria itu. Entah kenapa, rasanya begitu nyaman ketika ia memandangi pria itu. Pria itu menguap, sepertinya ia mengantuk. Yah, Viola tau alasannya. Pasti karena pidato yang sama sekali tidak bagus ini. Viola tersenyum mendapati wajah pria itu yang terlihat sangat lucu saat menguap.
“Oh god, i must be crazy” Viola bergumam. Padahal baru sekitar satu jam yang lalu ia bertemu dengan pria itu. Dan bodohnya, ia tidak menyadari pria itu adalah pria yang tadi satu lift dengannya. Mungkin kalau tidak berburu-buru ia bisa mengandalkan ‘modus’ didalam lift tadi.
Viola tersenyum lagi untuk kesekian kalinya lalu mengalihkan pandangannya kearah pria itu kembali. Tanpa disangka olehnya, pria itu juga sedang melihat kearahnya. Mereka berdua terlibat kontak mata selama beberapa detik. Viola bisa merasakan detak jantungnya yang berdebar ketika mata mereka bertemu. Ia tidak bisa bernafas.
Pria itu kemudian tersenyum pada Viola. Seolah ia sudah hafal dengan wajah Viola. Melihat senyuman diwajah pria yang belum ia ketahui namanya itu, Viola pun ikut tersenyum.

Viola berpikir “Well, siapa yang lupa dengan gadis bodoh yang barusan menjatuhkan dompetnya sendiri” Viola memukul pelan kepalanya. Menyesali kelakuannya yang begitu bodoh.

***

Kompetisi pun dimulai. Untuk kompetisi menulis, photography dan design hanya duduk manis dan mengikuti berjalannya acara. Mereka tidak perlu berjuang seperti lomba menyanyi. Untuk itu, Viola dan Belle bisa duduk tenang sambil menonton beberapa penyanyi kampusnya bernyanyi diatas panggung.
“Waw... aneh, kenapa mereka tidak mengikuti American Idol atau X Factor saja hahaha” komentar Belle terkekeh. Viola hanya tertawa menanggapi banyolan memaksa temannya. Viola sama sekali tidak nyaman hari ini. Yang ia inginkan saat ini hanyalah melihat kearah pria itu! Viola pasti sudah gila.
“Peserta selanjutnya, adalah seorang pria. Mari kita sambut Jackson Thompson” sang pembawa acara menyambut seorang peserta lagi. Mendengar nama itu orang-orang didalam ruangan itu langsung memusatkan perhatian kepada pria yang sekarang berdiri dari tempat duduknya tadi.
“Jackson Thompson” ucap Viola. Viola tersenyum lebar setelah ia mengetahui nama pria yang menemukan dompetnya tadi, pria yang tadi membuatnya tak berhenti tersenyum. “Jackson Thompson, that was his name” kata Viola yang tak bisa menahan rasa senangnya.
“Sudah kuduga. Kau benar menyukainya kan?” tanya Belle dengan tatapan interogasi. “Um, bagaimana ya.... mungkin ini aneh. Tapi...d-dia tampan dan kau tau dia itu-” Viola gelagapan menanggapi pertanyaan Belle, mau tidak mau ia harus mengaku kalau ia menyukai Jackson.

“Yeah, aku menyukainya” aku Viola pada Belle. “Hahahaha” Belle malah tertawa setelah mendengar pengakuan sahabatnya itu.

“Disini aku akan menyanyikan lagu Isn’t she lovely dari Stevie Wonder. I hope you all like it” Jackson berkata dengan Microphone ketika ia sudah berada diatas panggung. Ternyata Jackson mengikuti kompetisi menyanyi. Well, sekarang dan esok. Viola bisa melihat dan mendengar Jackson bernyanyi.
“He’s fucking hot!” komentar Belle. “Shut up! I wanna hear his voice” bentak Viola pelan. Viola tak bisa mengalihkan pandangannya kearah lain kecuali kedepan panggung. Tempat dimana Jackson akan bernyanyi.
Jackson memejamkan matanya sejenak kemudian mulai membuka mulutnya untuk bernyanyi. Hati Viola terenyah begitu mendengar suaranya yang begitu lembut. Viola pun tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum ketika melihatnya bernyanyi.
"Isn't she lovely
Isn't she wonderful
Isn't she precious
Less than one minute old
I never thought through love we'd be
Making one as lovely as she
But isn't she lovely made from love..."

Isn’t she lovely. Itulah lagu yang dinyanyikan oleh Jackson. Viola merasa dirinya sama sekali tak bisa bergerak. Ia benar-benar terpesona dengan apa yang dinyanyikan oleh Jackson. Bagaimana bisa Jackson melakukan ini padanya. Padahal yang Jackson lakukan hanyalah bernyanyi. Mengeluarkan setiap nada dan lirik yang keluar dari mulut dan bibirnya, tapi itu begitu membuat Viola lunak. Ia merasa telah dijinakan oleh Jackson Thompson.
“For god sakes, he’s really great singer!!” Belle berkomentar disamping Viola. Bukan hanya Viola yang terpesona sepertinya, tapi orang-orang diseluruh ruangan merasa seperti itu. Tapi bagi Viola berbeda, Viola merasa Jackson hanya menyanyi untuk dirinya. Untuk Viola seorang. Beberapa kali Viola menangkap Jackson sedang bernyanyi langsung kearah mata Viola. Membuat Viola semakin yakin bahwa pria itu bernyanyi untuk dirinya.
Isn't she pretty
Truly the angel's best
Boy, I'm so happy
We have been heaven blessed
I can't believe what God has done
Through us he's given life to one
But isn't she lovely made from love

Viola mencoba untuk menggerakan tubuhnya, ia memindahkan tubuhnya ke tempat duduk kosong disebelahnya. Ia sedang mencari kepastian apakah benar Jackson bernyanyi untuk dirinya. Namun ternyata, Jackson malah menunjuk dirinya saat lirik ‘She’ itu keluar dari mulutnya.
Viola feels amazing. Viola tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya saat Jackson menunjuk dirinya. Bagaikan gadis itu sedang berada berdua dengan Jackson dan pria itu bernyanyi hanya untuk dirinya. Tapi kemudian ia menggelengkan kepalanya dan berkata dalam hati “Tidak! Mana mungkin Jackson bernyanyi untukku”
Jackson menghentikan nyanyiannya. Detik itu juga suara tepuk tangan berhamburan mengelilingi seluruh ruangan. Jackson tersenyum puas sambil menundukan tubuhnya sembilan puluh derajat dan mengucapkan terima kasih.
Viola ikut menepukkan kedua tangannya. Tepukkan tangan bahkan tidak cukup untuk Jackson. Bagaimana bisa hanya dengan bernyanyi Jackson bisa membuat hatinya luluh seperti ini?
Jackson turun dari panggung auditorium lalu berjalan kembali kearah tempat duduknya. Viola masih terus memandanginya, matanya terus mengikuti arah kemana pria itu berjalan.
Dan Viola merasa dirinya bermimpi ketika ia melihat Jackson mengedipkan sebelah matanya kepada dirinya. “What? He’s winks to me?” gumamnya tak percaya.
“Belle! He’s winks to me!!”

***

Beberapa jam acara itu berlanjut, Viola dan Belle terlihat semakin kebosanan. Mereka berdua memang sangat tidak tertarik dengan acara seperti ini. Mereka berdua lebih memilih untuk duduk berdua di mall daripada menonton acara yang tidak jelas bagi mereka.
Berkali-kali Viola merubah posisi tempat duduknya. Hingga ia menyadari ada seseorang yang menempati bangku tepat disebelahnya.
Gadis itu membulatkan matanya ketika ia melihat orang yang menempati tempat duduk sampingnya adalah Jackson. Yeah, si penyanyi yang tadi membuat Viola luluh.
“What are you doing?” tanya Viola sedikit kaget.
“Hanya duduk, tidak boleh?”
“B-Bukan begitu, bukankah tadi kau duduk disana hah? Kenapa jadi...” Viola gelagapan menghadapi pria yang ada disampingnya ini.
“Kau keberatan? Kalau iya, aku bisa pergi”
“No no... kau tidak perlu pergi”
“Jadi kau ingin aku untuk tetap tinggal?”
“Oh god, kenapa susah sekali berbicara denganmu sih?! Aku berkata kau tidak perlu pergi bukan berarti aku ingin kau duduk disini!” kata Viola ketus. Saat itu juga ia menyesal. Benar, ia sangat mengharapkan pria itu disampingnya. Kenapa ia tidak berkata jujur? No. Ia pasti tidak ingin harga dirinya jatuh didepan pria itu. Viola membuat dirinya terlihat sangat jutek didepan Jackson, tapi menurut Viola itu tindakan yang benar.
“Hahaha, aku hanya bercanda” Jackson tertawa. “Aku menghampirimu, karena sepertinya kau terlihat bosan. Benarkan? Kau tidak suka menyaksikan acara ini secara langsung?” tanya pria itu.
Nah, sekarang apa yang harus Viola katakan untuk menjawab pertanyaan Jackson? Karena apa yang ditanyakan Jackson itu sepenuhnya benar. Ia tidak menyukai acara seperti ini.
“Itu karena.....” Viola menghentikan kata-katanya. Ia masih malu untuk mengakui. “Wait, why you asked me?” Viola malah balik bertanya. Jackson tersenyum padanya.
Berhenti tersenyum Mr. Thompson! Pekik Viola dalam hati.
“Karena sejak tadi aku memperhatikanmu dan kau terlihat tidak bisa diam” terang Jackson kepada Viola.
Viola bisa merasakan udara diwajahnya semakin memanas ketika Jackson mengatakan kalau dia memperhatikan dirinya sejak tadi.
Ia menundukan kepalanya. Tak tau harus jawab apa.
“You want to get out?” tawarnya pada Viola. “Memangnya bisa?”
“Come on then” Jackson mengajak Viola dan menarik tangan gadis itu untuk berjalan keluar dari ruangan. Belle yang duduk disamping Viola sedari tadi ditinggalkan begitu saja setelah Viola berkata “Belle, i’ve to go.. Jackson mengajakku keluar. Sorry”
“It’s okay! Pergilah” Belle malah mendukung gadis itu untuk pergi bersama Jackson.

Sesampainya dibawah gedung Jackson menatap Viola. “Why you look at me like that?” tanya Viola yang merasa risih dengan tatapannya.
“I don’t know” jawab Jackson dengan menggeleng.
“Dan, kau juga mengatakan kau memperhatikanku sejak tadi. Apa yang kau perhatikan? Dan bagaimana bisa aku menarik perhatianmu?”
“Hahahaha. Kau ini percaya diri juga ya” Jackson tertawa. “Ya, a little bit” Viola berkata dengan aksen juteknya. Entah ia mendapat ilham darimana hingga ia bisa berakting jutek didepan pria ini.
“Shall we go to the cafetaria? Yaa..supaya lebih nyaman untuk berbicara”
“Boleh” jawab Viola tidak keberatan. Hingga mereka pun berjalan ke cafetaria.

***

“Dan, ceritakan kepadaku kenapa kau begitu terlihat bosan didalam?” Jackson mulai bertanya setelah mereka berdua sampai di cafetaria dan duduk berhadapan disana.
“Tidak, aku hanya...bosan. Yah, bosan” jawab Viola sekedarnya.
“Lalu untuk apa kau datang?” Jackson semakin terlihat penasaran. Viola heran. Kenapa pria ini begitu ingin tau sih?
“Well, I’ll explain that! Dengarkan!” kata Viola ketus. Viola menarik nafas sejenak dan menjelaskan.
“Aku datang kesini untuk mengikuti kompetisi menulis short story. Dan aku sama sekali tidak tau kalau aku dan Belle tidak dipedulikan sama sekali didalam auditorium. Mereka –para juri- hanya menganggap kompetisi bernyanyi lah yang paling terpenting diantara segalanya! Dan aku paling tidak suka!!!!” Jelas Viola dengan ekspresi kesalnya. Melihat ekspresi Viola Jackson hanya bisa menahan tawa.
“Hahahaa”
“Kenapa tertawa?”
“No, you’re so funny girl..” Jackson berkomentar sambil terawa. Ia masih belum bisa melipat senyumnya ketika ia berada didekat Viola. “Stop!” suruh Viola kesal.
“I can’t” Jackson masih tertawa dihadapan Viola. “It’s not funny. Please stop!”
Well, Viola merasa dirinya seperti badut dan ia terlihat seperti orang bodoh saat ini. Ditertawakan oleh ‘Crush’ nya. Pria yang mungkin ia taksir saat ini. Walaupun dengan begitu ia bisa merasa lebih dekat dengan Jackson.
“Jackson stop!”
“Stop what?”
“Berhenti tertawakan aku!”
“Hahaha, tapi kau benar-benar gadis lucu”
“Gadis jutek lebih tepatnya”
“Ya, itu juga”
“Jackson!!” teriak Viola yang hampir membuat seisi cafetaria menoleh kearah meja mereka. “Ups..” Viola menutup mulutnya dengan tangannya.
“Okay, tell me about yourself again” pinta Jackson. Tubuhnya kini semakin maju kearah Viola. Sehingga gadis itu benar-benar bisa melihat wajah tampan Jackson.
“Tidak mau” Viola mencibir. “Tapi ngomnong-ngomong, kenapa kau begitu sangat penasaran sih?”
“I don’t know” jawab Jackson pelan. “itu bukan jawaban” timpal Viola, sekarang malah Viola yang penasaran akan Jackson. Apakah dirinya sebegitu lucunya hingga membuat pria ini penasaran?
“Aku pikir, kau berbeda” kata Jackson lalu tersenyum.
“Berbeda?” Viola memiringkan kepalanya sambil melihat Jackson heran. “Aku tidak bisa menjelaskannya. Tapi...ya begitulah” Jackson tak melanjutkan kata-katanya. Jackson terlalu sulit untuk mengungkapkan mengapa ia begitu penasaran dan ingin tau segalanya tentang gadis itu. Bibirnya terlalu susah untuk mengatakan apa yang telah ia rasakan.
“Oh ya, kau sudah tau siapa namaku kan? Boleh aku tau siapa namamu?” tanya Jackson. Ia merasa begitu bodoh. Ia sudah menertawakan gadis itu dan mengatakan ia penasaran dengannya. Tapi kenapa ia malah belum tau namanya? Kau bodoh Jack! Rutuk Jackson.
“My name is Viola Lewis, you can call me Viola”
“Viola? Nice name” komentar Jackson. 
“Dan aku juga mau memujimu, suaramu begitu bagus tadi” puji Viola sambil melengkungkan sebuah senyuman dibibirnya. Jackson tidak bisa mengabaikan senyuman Viola hingga ia pun ikut tersenyum. “Kau memujiku bukan karena aku mengatakan namamu bagus kan?”
Viola melambaikan tangannya “No! Aku bukan gadis yang begitu”
“Kau mau aku bernyanyi lagi?”
“Bernyanyi? Untukku?” Viola mengerutkan keningnya. Jackson menganggukkan kepalanya. Viola bisa merasakan detakan jantungnya terasa lebih cepat dari sebelumnya. Saat Jackson mengatakan bahwa ia akan menyanyikan sebuah lagu untuknya. Sebelumnya ia baru saja membayangkan bagaimana jika Jackson menyanyikan sebuah lagu untuknya, dan sekarang Jackson malah mengatakan bahwa ia akan bernyanyi untuknya.
“Ya, tapi tidak disini... let’s go outside. Kita cari tempat yang cocok” Jackson beranjak dari tempat duduknya dan menarik lembut tangan Viola lalu membawanya kesuatu tempat.

***

Jackson membawa Viola tepat kebelakang kampusnya. Tempatnya sangat asri dengan banyak pepohonan rindang yang tumbuh disekitarnya dan membuat suasana terlihat sangat nyaman dan tenang. Sesekali ia mendengar suara burung yang berkicauan indah. Viola merasa nyaman ditempat itu.
“Waw, it’s really beautiful place” Viola berkata sambil menyapukan pandangan keseluruh tempat. “Do you like it?”
“Yeah, ofcourse i like. How could you found this place?” Tanya Viola ingin tau. “Aku sudah lama tau tempat ini, sepupuku pernah mengajakku kesini. Dia salah satu mahasiswi dikampus kita. Dia bilang kalau ingin mengajak seorang gadis, ajak saja kesini” jelas Jackson menatap ke mata Viola secara langsung. “So, you brought me to here?”
Jackson mengangguk. “Ya, dan aku senang kau menyukainya” Jackson memandang Viola dengan penuh arti, tapi Viola masih belum bisa menangkap tatapan Jackson. Ia masih sibuk dengan udara yang ia hirup disini. Begitu segar.
Tiba-tiba angin datang menyerbu mereka berdua. Angin itu membuat rambut Viola melambai terbawa angin. Jackson bisa melihat wajah Viola saat ia mendapat tamparan dari angin itu. Wajahnya terlihat sangat cantik bagi Jackson. Jackson merasa ia baru saja merasakan sesuatu yang berbeda ketika ia melihat gadis itu.
Melihat kembali wajah Viola yang tersenyum bahagia saat itu membuat Jackson membuka mulutnya dan mulai bersenandung.
“I hung up the phone tonight
Something happened for the first time
Deep inside
It was a rush
What a rush
‘Cause the possibility
That you would ever feel the same way
About me
It’s just too much
Just too much

Why do I keep running from the truth
All I ever think about is you
You got me hypnotized
So mesmerized
And I’ve just got to know”


Viola menolehkan kepalanya kearah Jackson yang sedang bernyanyi dengan merdunya. Kali ini perasaan Viola langsung jauh lebih tenang. Dan ia merasa pria itu memang benar-benar bernyanyi untuknya. Bukan orang lain. Ia tak merasa salah atau terlalu percaya diri lagi. Tapi faktanya, Jackson bernyanyi untuknya. Jackson bernyanyi untuk Viola. Seorang gadis biasa yang entah mengapa setelah mendengar suara Jackson gadis itu menjadi lebih bersemangat.
Jackson masih terus bernyanyi sambil menatap kedua bola mata gadis itu, sepertinya ia terjebak didalam warna coklat almond mata Viola.
“Do you ever think
When you’re all alone
All that we could be
Where this thing could go
Am I crazy or falling in love
Is it real or just another crush
Do you catch a breath
When I look at you
Are you holding back
Like the way I do
‘Cause I’m trying, trying to walk away
But i know this crush ain’t going
Away
Going away”

Suasa disana menjadi lebih romantis dari sebelumnya. Angin lembut seolah menjadi properti dalam kisah mereka. burung-burung kecil seakan menjadi sebuah simfoni yang mengiringi nyanyian dan nada-nada yang dikeluarkan oleh Jackson.
Mata mereka bertatapan. Seperti mereka berdua merasa tersihir satu sama lain. Wajah Viola saat tertiup angin terlihat seperti seorang Angel bagi Jackson dan suara Jackson bagaikan sebuah bisikan malaikat yang sangat indah untuk didengar. Mereka tak bisa menyangkal satu sama lain. Mereka harus mengakui bahwa mereka saling jatuh cinta. Mereka tidak bisa menampik atau mengabaikan rasa yang sedang mereka rasakan ini.
Viola menyelipkan sedikit anak rambutnya ketelinga. Ia merasa Jackson bernyanyi dan berjalan semakin mendekat kearahnya. Viola hanya bisa tersenyum malu.
Jackson menghentikan nyanyiannya.
“Kenapa berhenti?” Viola heran. Ia tidak ingin pada saat-saat seperti ini Jackson berhenti bernyanyi.
“Kau tau arti dari lagu itu?”
“David Archuleta? Tentu aku tau”
Jackson semakin memperkecil jarak mereka berdua. Ia menatap mata Viola dalam. Begitu dalam.
“Em.. aku akan membuat pengakuan disini. Kau tau jatuh cinta pada pandangan pertama? Dulu aku merasa bahwa itu adalah sebuah lelucon dan tak akan pernah terjadi. Tapi sepertinya aku terkena karma. Aku langsung jatuh hati saat aku melihat seorang gadis didalam lift. Dia terlihat begitu gelisah lalu menjatuhkan dompet dihadapanku, aku tak bisa mengabaikannya begitu saja. And you know? She’s so lovely.. that’s why i sang that song”
Viola membulatkan matanya dan menutup mulutnya tak percaya.
“Guess what?” Jackson meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat.
“Gadis itu ada dihadapanku sekarang, what should i do now?” Jackson masih menatap Viola begitu dalam dan mengatakan kata-kata itu dengan sangat lemah lembut.
“I Love you, Viola Lewis” akunya pada Viola. “So, Would you be my girl?”
Air mata sudah berada diujung mata Viola. Bukan, ia tidak sedih. Viola justru merasa dirinya menjadi sesuatu yang berharga dimata Jackson.
Viola cepat-cepat mengangguk. Ia hanya bisa menjawab pertanyaan pria itu dengan sebuah anggukan.
“Aku tau ini memang terlalu cepat, tapi bagiku. Tak ada yang terasa lama jika bersamamu” kata Jackson lalu meraih tubuh Viola kedalam pelukannya.
Jackson memeluknya erat. Erat tapi lembut, sesuatu yang bisa mereka lakukan karena mereka menyadari mereka saling menyukai.

0 komentar:

Posting Komentar