Seorang gadis
berjalan dengan cepatnya disebuah lorong kampusnya. Ia terlihat sedang
tergesa-gesa dan menerobos beberapa orang yang sedang melewatinya. Rambut
coklat panjangnya terlihat berkibar dibelakang tubuh gadis itu. Berkali-kali
gadis itu melihat jam tangannya, berharap waktu akan melambat agar ia bisa
cepat sampai ke gedung pertemuan.
Viola
langsung memencet tombol untuk naik keatas, setelah sampai kedalam gedung.
Gadis itu ingin menuju ke lantai tujuh. Mungkin ia sudah gila jika ia tidak
naik lift dan lebih memilih berjalan menanjaki beribu-ribu anak tangga.
“Come on!” ia
tak bisa berhenti menggerutu karena menurutnya lift ini begitu lambat dan tidak
juga muncul dihadapannya. Hingga akhirnya terdengar bunyi dentingan lift yang
sudah terbuka dihadapannya. Ia langsung masuk kedalam dan menekan tombol tujuh
yang ada didalam lift itu. Sambil menghentakan kakinya tidak sabaran Viola
menunggu hingga lift itu membawanya naik kelantai yang ia tuju. Dan baru ia
sadari bahwa ia sendirian didalam lift itu.
Ia menolehkan
kepalanya “No one here?” tanyanya pada dirinya sendiri sok santai. Padahal jauh
didalam hatinya ia takut. Bagaimana kalau lift macet, sedangkan dia hanya
sendiri di lift itu? Tidak bisa dibayangkan. Hingga tiba-tiba ada seorang pria
yang masuk dari lantai dua.
Viola sempat
melihat sekilas wajah pria itu kemudian mencoba tidak mempedulikannya. Ia
sedikit menyadari bahwa pria itu lumayan tampan. Tapi ini bukan waktunya untuk
memikirkan hal itu! Ia akan terlambat untuk masuk kedalam ruangan auditorium.
“Hei....cepetan
dikit kenapa sih!” omel Viola sambil menendang-nendang, ia tidak sadar bahwa
pria disampingnya mendengar apa yang sedang ia gumamkan.
Ting. Lift
itu kembali berbunyi ketika mereka sudah berada dilantai tujuh. Dan kali ini
Viola langsung berlari kecil untuk menghampiri sebuah meja absensi untuk para
peserta. Ia menghela nafas lega karena ia melihat banyak para peserta yang
mengikut absensi, itu artinya ia belum terlambat. Ia tersenyum pada seorang
gadis dan menghampiri gadis itu. “You late, Viola!” kata Belle, salah satu
teman Viola.
“Sorry, ada
gangguan sedikit. Hehehe” timpal Viola dengan cengirannya. “Well, cepat
keluarkan kartu pesertamu” suruh temannya itu.
Viola adalah
salah satu peserta dari lomba seni mahasiswa yang diadakan di universitasnya.
Ia sangat amat excited ketika spanduk lomba itu dipasang dihalaman kampusnya.
Berbagai jenis lomba terlihat disana, dan Viola sudah memantapkan dirinya untuk
mengikuti lomba Short Story. Membuat tulisan pendek. Itu adalah salah satu hobby-nya
dan ia berharap hobby-nya itu akan menjadi suatu yang menguntungkan baginya
nanti dan menurutnya ini adalah salah satu peluang bagi dirinya.
Dengan
semangat yang menggebu-gebu. Gadis itu pun akhirnya mengikuti lomba itu bersama
Belle. Belle sendiri mengikuti lomba Design Grafis.
Viola
memasukan tangannya kedalam tas yang ia bawa. Mencari-cari sebuah kartu peserta
yang ia simpan didalam dompet. “Tidak ada!” katanya hampir berteriak “Apanya?”
“My Wallet”
jawab Viola sambil terus mencari-cari diseluruh tasnya. But, she can’t found
it. “Oh My God! I lost my wallet, Belle! What should I do now???” teriaknya
frustasi setelah beberapa menit mencari benda itu didalam tasnya.
“You sure you
brought it from your home?”
“Yes! I
really sure”
Viola sudah
ingin menangis, ia tak akan bisa membayangkan bagaimana kalau gadis itu
benar-benar kehilangan dompetnya. Kartu ATM, kartu mahasiswa dan data penting
lainnya ada disana.
Tiba-tiba ada
seorang pria menghampiri Viola dan Belle. Viola masih tertunduk frustasi dan hampir
menangis.
“Hey, I found
this wallet. Is this yours?” kata orang yang menghampiri mereka berdua sambil
memberikan sebuah dompet berwarna pink. Viola langsung membelalakan matanya dan
merebut dompet itu secara kasar dari tangan pria itu.
“Yeah!! It’s mine!
Thanks! But, Where you found this?”
“It was drop
after you walk through the lift” jelasnya sambil tersenyum. Viola terdiam
sejenak. Ia baru ingat kalau pria ini adalah pria yang tadi satu lift
dengannya. Oh, baru saja kenal tapi kejelekan gadis itu sudah diketahui oleh
pria ini.
“Thanks..”
kata Viola berterima kasih lagi, karena ia tidak tau apa yang harus ia katakan,
mengingat pria ini sudah tau sifat sembrononya. “anytime” jawab pria itu dengan
senyumannya.
Stop smiling to me! jerit Viola dalam hati. Senyuman pria
itu sepertinya mampu membuat Viola sedikit salah tingkah. “Okay, i gonna go”
ucap pria itu yang disambut anggukan oleh Viola. Pria itu berjalan menjauhi
Viola dan Belle, tapi mata Viola masih belum bisa mengalihkan pandangannya pada
pria itu.
“He’s
handsome, isn’t he?” tanya Belle mengagetkan Viola. “W-what?” Viola tergelak
kaget mendengar kata-kata Belle yang tidak begitu jelas baginya.
“Do you like
him?” Belle bertanya lagi. Kali ini ia melayangkan pandangan curiga pada
temannya. “N-no!! Ofcourse no!!” jawab Viola gelagapan sambil mengeluarkan
kartu peserta dari dompetnya. Belle menyipitkan matanya.
“Kenapa
melihatku begitu?! Aku tidak menyukainya!!” kata Viola ketus. “Really?? He’s
handsome i thought”
“Yes, but i
don’t like him. Why?”
“Benarkah?
Tidak apa jika kau menyukainya, itu berarti kau masih normal kan?”
Viola malas
menanggapi kata-kata Belle, ia memilih untuk menarik tangan temannya itu
daripada membahas hal yang saat ini sama sekali tidak penting. Mungkin.
Mereka berdua
masuk kedalam ruangan auditorium. Ruangan yang akan mereka duduki selama
sekitar tiga jam kedepan. Viola dan Belle duduk bersampingan. Yeah, mereka
berdua memang tidak bisa dipisahkan.
Beberapa
menit setelah itu, ada seorang pria yang berwibawa naik ke panggung auditorium
besar itu. Ia terlihat seperti ingin memberikan sebuah pidato tentang acara
yang akan berlangsung ini. Viola yang merasa bosan dengan pidato pria itu
melayangkan pandangannya kesegala arah diruangan itu, berharap ia bisa menemukan
sesuatu yang mungkin lebih menarik daripada pidato yang membosankan itu.
Matanya
langsung berhenti pada seorang pria yang sedang memakai blazer berwarna hitam,
ia terlihat sedang memerhatikan kedepan. Ke bapak-bapak yang sedang pidato itu.
Viola menyipitkan matanya, ia sepertinya kenal dengan pria itu. “Ah! Dia kan
yang menemukan dompetku tadi” ucapnya sendiri. “Apasih?” timpal Belle yang
mendengar ucapan Viola tadi. “No, forget it” Viola menggeleng lalu kembali
memerhatikan pidato itu.
Jadi dia salah satu finalis kompetisi
ini juga? Gumamnya
dalam hati. Sejujurnya Viola senang bisa menemukan pria itu didalam ruangan
ini. Itu artinya, ia akan melihat pria tampan itu selama kompetisi berlangsung.
Viola tersenyum diam-diam.
Karena merasa
penasaran, Viola kembali menolehkan kepalanya kearah pria itu lagi. Setidaknya,
gadis itu jadi lebih sedikit bersemangat. Tanpa disadari Viola sudah cukup lama
memandangi wajah pria itu dari posisinya. Ia mengerjapkan kedua matanya.
“Berhenti Viola! Kau akan terlihat bodoh jika tertangkap basah olehnya!”
katanya sambil mensugesti dirinya.
Tapi,
sepertinya kendali otaknya tak mau mendengarkan perintahnya barusan. Belum ada
beberapa menit berlalu, mata Liona kembali melihat kearah pria itu. Entah
kenapa, rasanya begitu nyaman ketika ia memandangi pria itu. Pria itu menguap,
sepertinya ia mengantuk. Yah, Viola tau alasannya. Pasti karena pidato yang
sama sekali tidak bagus ini. Viola tersenyum mendapati wajah pria itu yang
terlihat sangat lucu saat menguap.
“Oh god, i
must be crazy” Viola bergumam. Padahal baru sekitar satu jam yang lalu ia
bertemu dengan pria itu. Dan bodohnya, ia tidak menyadari pria itu adalah pria
yang tadi satu lift dengannya. Mungkin kalau tidak berburu-buru ia bisa mengandalkan
‘modus’ didalam lift tadi.
Viola
tersenyum lagi untuk kesekian kalinya lalu mengalihkan pandangannya kearah pria
itu kembali. Tanpa disangka olehnya, pria itu juga sedang melihat kearahnya.
Mereka berdua terlibat kontak mata selama beberapa detik. Viola bisa merasakan
detak jantungnya yang berdebar ketika mata mereka bertemu. Ia tidak bisa
bernafas.
Pria itu
kemudian tersenyum pada Viola. Seolah ia sudah hafal dengan wajah Viola.
Melihat senyuman diwajah pria yang belum ia ketahui namanya itu, Viola pun ikut
tersenyum.
Viola berpikir “Well, siapa yang lupa dengan gadis bodoh yang barusan menjatuhkan dompetnya sendiri” Viola memukul pelan kepalanya. Menyesali kelakuannya yang begitu bodoh.
Viola berpikir “Well, siapa yang lupa dengan gadis bodoh yang barusan menjatuhkan dompetnya sendiri” Viola memukul pelan kepalanya. Menyesali kelakuannya yang begitu bodoh.
***
Kompetisi pun
dimulai. Untuk kompetisi menulis, photography dan design hanya duduk manis dan
mengikuti berjalannya acara. Mereka tidak perlu berjuang seperti lomba
menyanyi. Untuk itu, Viola dan Belle bisa duduk tenang sambil menonton beberapa
penyanyi kampusnya bernyanyi diatas panggung.
“Waw... aneh,
kenapa mereka tidak mengikuti American Idol atau X Factor saja hahaha” komentar
Belle terkekeh. Viola hanya tertawa menanggapi banyolan memaksa temannya. Viola
sama sekali tidak nyaman hari ini. Yang ia inginkan saat ini hanyalah melihat
kearah pria itu! Viola pasti sudah gila.
“Peserta
selanjutnya, adalah seorang pria. Mari kita sambut Jackson Thompson” sang
pembawa acara menyambut seorang peserta lagi. Mendengar nama itu orang-orang
didalam ruangan itu langsung memusatkan perhatian kepada pria yang sekarang berdiri
dari tempat duduknya tadi.
“Jackson
Thompson” ucap Viola. Viola tersenyum lebar setelah ia mengetahui nama pria
yang menemukan dompetnya tadi, pria yang tadi membuatnya tak berhenti
tersenyum. “Jackson Thompson, that was his name” kata Viola yang tak bisa
menahan rasa senangnya.
“Sudah
kuduga. Kau benar menyukainya kan?” tanya Belle dengan tatapan interogasi. “Um,
bagaimana ya.... mungkin ini aneh. Tapi...d-dia tampan dan kau tau dia itu-”
Viola gelagapan menanggapi pertanyaan Belle, mau tidak mau ia harus mengaku
kalau ia menyukai Jackson.
“Yeah, aku
menyukainya” aku Viola pada Belle. “Hahahaha” Belle malah tertawa setelah
mendengar pengakuan sahabatnya itu.
“Disini aku
akan menyanyikan lagu Isn’t she lovely dari Stevie Wonder. I hope you all like
it” Jackson berkata dengan Microphone ketika ia sudah berada diatas panggung.
Ternyata Jackson mengikuti kompetisi menyanyi. Well, sekarang dan esok. Viola
bisa melihat dan mendengar Jackson bernyanyi.
“He’s fucking
hot!” komentar Belle. “Shut up! I wanna hear his voice” bentak Viola pelan.
Viola tak bisa mengalihkan pandangannya kearah lain kecuali kedepan panggung.
Tempat dimana Jackson akan bernyanyi.
Jackson
memejamkan matanya sejenak kemudian mulai membuka mulutnya untuk bernyanyi.
Hati Viola terenyah begitu mendengar suaranya yang begitu lembut. Viola pun tak
bisa menahan diri untuk tidak tersenyum ketika melihatnya bernyanyi.
"Isn't she lovely
Isn't she wonderful
Isn't she precious
Less than one minute old
I never thought through love we'd be
Making one as lovely as she
But isn't she lovely made from love..."
Isn't she wonderful
Isn't she precious
Less than one minute old
I never thought through love we'd be
Making one as lovely as she
But isn't she lovely made from love..."
Isn’t she
lovely. Itulah lagu yang dinyanyikan oleh Jackson. Viola merasa dirinya sama
sekali tak bisa bergerak. Ia benar-benar terpesona dengan apa yang dinyanyikan
oleh Jackson. Bagaimana bisa Jackson melakukan ini padanya. Padahal yang
Jackson lakukan hanyalah bernyanyi. Mengeluarkan setiap nada dan lirik yang
keluar dari mulut dan bibirnya, tapi itu begitu membuat Viola lunak. Ia merasa
telah dijinakan oleh Jackson Thompson.
“For god sakes,
he’s really great singer!!” Belle berkomentar disamping Viola. Bukan hanya
Viola yang terpesona sepertinya, tapi orang-orang diseluruh ruangan merasa
seperti itu. Tapi bagi Viola berbeda, Viola merasa Jackson hanya menyanyi untuk
dirinya. Untuk Viola seorang. Beberapa kali Viola menangkap Jackson sedang
bernyanyi langsung kearah mata Viola. Membuat Viola semakin yakin bahwa pria
itu bernyanyi untuk dirinya.
“Isn't she pretty
Truly the angel's best
Boy, I'm so happy
We have been heaven blessed
I can't believe what God has done
Through us he's given life to one
But isn't she lovely made from love”
Truly the angel's best
Boy, I'm so happy
We have been heaven blessed
I can't believe what God has done
Through us he's given life to one
But isn't she lovely made from love”
Viola mencoba
untuk menggerakan tubuhnya, ia memindahkan tubuhnya ke tempat duduk kosong
disebelahnya. Ia sedang mencari kepastian apakah benar Jackson bernyanyi untuk
dirinya. Namun ternyata, Jackson malah menunjuk dirinya saat lirik ‘She’ itu
keluar dari mulutnya.
Viola feels
amazing. Viola tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya saat Jackson
menunjuk dirinya. Bagaikan gadis itu sedang berada berdua dengan Jackson dan
pria itu bernyanyi hanya untuk dirinya. Tapi kemudian ia menggelengkan
kepalanya dan berkata dalam hati “Tidak!
Mana mungkin Jackson bernyanyi untukku”
Jackson
menghentikan nyanyiannya. Detik itu juga suara tepuk tangan berhamburan
mengelilingi seluruh ruangan. Jackson tersenyum puas sambil menundukan tubuhnya
sembilan puluh derajat dan mengucapkan terima kasih.
Viola ikut
menepukkan kedua tangannya. Tepukkan tangan bahkan tidak cukup untuk Jackson.
Bagaimana bisa hanya dengan bernyanyi Jackson bisa membuat hatinya luluh
seperti ini?
Jackson turun
dari panggung auditorium lalu berjalan kembali kearah tempat duduknya. Viola
masih terus memandanginya, matanya terus mengikuti arah kemana pria itu
berjalan.
Dan Viola
merasa dirinya bermimpi ketika ia melihat Jackson mengedipkan sebelah matanya
kepada dirinya. “What? He’s winks to me?” gumamnya tak percaya.
“Belle! He’s
winks to me!!”
***
Beberapa jam
acara itu berlanjut, Viola dan Belle terlihat semakin kebosanan. Mereka berdua
memang sangat tidak tertarik dengan acara seperti ini. Mereka berdua lebih
memilih untuk duduk berdua di mall daripada menonton acara yang tidak jelas
bagi mereka.
Berkali-kali
Viola merubah posisi tempat duduknya. Hingga ia menyadari ada seseorang yang
menempati bangku tepat disebelahnya.
Gadis itu
membulatkan matanya ketika ia melihat orang yang menempati tempat duduk sampingnya
adalah Jackson. Yeah, si penyanyi yang tadi membuat Viola luluh.
“What are you
doing?” tanya Viola sedikit kaget.
“Hanya duduk,
tidak boleh?”
“B-Bukan
begitu, bukankah tadi kau duduk disana hah? Kenapa jadi...” Viola gelagapan
menghadapi pria yang ada disampingnya ini.
“Kau
keberatan? Kalau iya, aku bisa pergi”
“No no... kau
tidak perlu pergi”
“Jadi kau
ingin aku untuk tetap tinggal?”
“Oh god,
kenapa susah sekali berbicara denganmu sih?! Aku berkata kau tidak perlu pergi
bukan berarti aku ingin kau duduk disini!” kata Viola ketus. Saat itu juga ia
menyesal. Benar, ia sangat mengharapkan pria itu disampingnya. Kenapa ia tidak
berkata jujur? No. Ia pasti tidak ingin harga dirinya jatuh didepan pria itu.
Viola membuat dirinya terlihat sangat jutek didepan Jackson, tapi menurut Viola
itu tindakan yang benar.
“Hahaha, aku
hanya bercanda” Jackson tertawa. “Aku menghampirimu, karena sepertinya kau
terlihat bosan. Benarkan? Kau tidak suka menyaksikan acara ini secara
langsung?” tanya pria itu.
Nah, sekarang
apa yang harus Viola katakan untuk menjawab pertanyaan Jackson? Karena apa yang
ditanyakan Jackson itu sepenuhnya benar. Ia tidak menyukai acara seperti ini.
“Itu
karena.....” Viola menghentikan kata-katanya. Ia masih malu untuk mengakui.
“Wait, why you asked me?” Viola malah balik bertanya. Jackson tersenyum
padanya.
Berhenti
tersenyum Mr. Thompson! Pekik Viola dalam hati.
“Karena sejak
tadi aku memperhatikanmu dan kau terlihat tidak bisa diam” terang Jackson
kepada Viola.
Viola bisa
merasakan udara diwajahnya semakin memanas ketika Jackson mengatakan kalau dia
memperhatikan dirinya sejak tadi.
Ia menundukan
kepalanya. Tak tau harus jawab apa.
“You want to
get out?” tawarnya pada Viola. “Memangnya bisa?”
“Come on
then” Jackson mengajak Viola dan menarik tangan gadis itu untuk berjalan keluar
dari ruangan. Belle yang duduk disamping Viola sedari tadi ditinggalkan begitu
saja setelah Viola berkata “Belle, i’ve to go.. Jackson mengajakku keluar.
Sorry”
“It’s okay!
Pergilah” Belle malah mendukung gadis itu untuk pergi bersama Jackson.
Sesampainya
dibawah gedung Jackson menatap Viola. “Why you look at me like that?” tanya
Viola yang merasa risih dengan tatapannya.
“I don’t
know” jawab Jackson dengan menggeleng.
“Dan, kau
juga mengatakan kau memperhatikanku sejak tadi. Apa yang kau perhatikan? Dan
bagaimana bisa aku menarik perhatianmu?”
“Hahahaha.
Kau ini percaya diri juga ya” Jackson tertawa. “Ya, a little bit” Viola berkata
dengan aksen juteknya. Entah ia mendapat ilham darimana hingga ia bisa
berakting jutek didepan pria ini.
“Shall we go
to the cafetaria? Yaa..supaya lebih nyaman untuk berbicara”
“Boleh” jawab
Viola tidak keberatan. Hingga mereka pun berjalan ke cafetaria.
***
“Dan,
ceritakan kepadaku kenapa kau begitu terlihat bosan didalam?” Jackson mulai
bertanya setelah mereka berdua sampai di cafetaria dan duduk berhadapan disana.
“Tidak, aku
hanya...bosan. Yah, bosan” jawab Viola sekedarnya.
“Lalu untuk
apa kau datang?” Jackson semakin terlihat penasaran. Viola heran. Kenapa pria ini begitu ingin tau sih?
“Well, I’ll
explain that! Dengarkan!” kata Viola ketus. Viola menarik nafas sejenak dan
menjelaskan.
“Aku datang
kesini untuk mengikuti kompetisi menulis short story. Dan aku sama sekali tidak
tau kalau aku dan Belle tidak dipedulikan sama sekali didalam auditorium.
Mereka –para juri- hanya menganggap kompetisi bernyanyi lah yang paling
terpenting diantara segalanya! Dan aku paling tidak suka!!!!” Jelas Viola
dengan ekspresi kesalnya. Melihat ekspresi Viola Jackson hanya bisa menahan
tawa.
“Hahahaa”
“Kenapa
tertawa?”
“No, you’re
so funny girl..” Jackson berkomentar sambil terawa. Ia masih belum bisa melipat
senyumnya ketika ia berada didekat Viola. “Stop!” suruh Viola kesal.
“I can’t”
Jackson masih tertawa dihadapan Viola. “It’s not funny. Please stop!”
Well, Viola
merasa dirinya seperti badut dan ia terlihat seperti orang bodoh saat ini.
Ditertawakan oleh ‘Crush’ nya. Pria yang mungkin ia taksir saat ini. Walaupun
dengan begitu ia bisa merasa lebih dekat dengan Jackson.
“Jackson
stop!”
“Stop what?”
“Berhenti
tertawakan aku!”
“Hahaha, tapi
kau benar-benar gadis lucu”
“Gadis jutek
lebih tepatnya”
“Ya, itu
juga”
“Jackson!!”
teriak Viola yang hampir membuat seisi cafetaria menoleh kearah meja mereka.
“Ups..” Viola menutup mulutnya dengan tangannya.
“Okay, tell
me about yourself again” pinta Jackson. Tubuhnya kini semakin maju kearah
Viola. Sehingga gadis itu benar-benar bisa melihat wajah tampan Jackson.
“Tidak mau”
Viola mencibir. “Tapi ngomnong-ngomong, kenapa kau begitu sangat penasaran
sih?”
“I don’t
know” jawab Jackson pelan. “itu bukan jawaban” timpal Viola, sekarang malah
Viola yang penasaran akan Jackson. Apakah dirinya sebegitu lucunya hingga
membuat pria ini penasaran?
“Aku pikir,
kau berbeda” kata Jackson lalu tersenyum.
“Berbeda?”
Viola memiringkan kepalanya sambil melihat Jackson heran. “Aku tidak bisa
menjelaskannya. Tapi...ya begitulah” Jackson tak melanjutkan kata-katanya.
Jackson terlalu sulit untuk mengungkapkan mengapa ia begitu penasaran dan ingin
tau segalanya tentang gadis itu. Bibirnya terlalu susah untuk mengatakan apa
yang telah ia rasakan.
“Oh ya, kau
sudah tau siapa namaku kan? Boleh aku tau siapa namamu?” tanya Jackson. Ia
merasa begitu bodoh. Ia sudah menertawakan gadis itu dan mengatakan ia
penasaran dengannya. Tapi kenapa ia malah belum tau namanya? Kau bodoh Jack!
Rutuk Jackson.
“My name is
Viola Lewis, you can call me Viola”
“Viola? Nice
name” komentar Jackson.
“Dan aku juga
mau memujimu, suaramu begitu bagus tadi” puji Viola sambil melengkungkan sebuah
senyuman dibibirnya. Jackson tidak bisa mengabaikan senyuman Viola hingga ia
pun ikut tersenyum. “Kau memujiku bukan karena aku mengatakan namamu bagus
kan?”
Viola
melambaikan tangannya “No! Aku bukan gadis yang begitu”
“Kau mau aku
bernyanyi lagi?”
“Bernyanyi?
Untukku?” Viola mengerutkan keningnya. Jackson menganggukkan kepalanya. Viola
bisa merasakan detakan jantungnya terasa lebih cepat dari sebelumnya. Saat
Jackson mengatakan bahwa ia akan menyanyikan sebuah lagu untuknya. Sebelumnya
ia baru saja membayangkan bagaimana jika Jackson menyanyikan sebuah lagu
untuknya, dan sekarang Jackson malah mengatakan bahwa ia akan bernyanyi
untuknya.
“Ya, tapi
tidak disini... let’s go outside. Kita cari tempat yang cocok” Jackson beranjak
dari tempat duduknya dan menarik lembut tangan Viola lalu membawanya kesuatu
tempat.
***
Jackson
membawa Viola tepat kebelakang kampusnya. Tempatnya sangat asri dengan banyak
pepohonan rindang yang tumbuh disekitarnya dan membuat suasana terlihat sangat
nyaman dan tenang. Sesekali ia mendengar suara burung yang berkicauan indah.
Viola merasa nyaman ditempat itu.
“Waw, it’s
really beautiful place” Viola berkata sambil menyapukan pandangan keseluruh
tempat. “Do you like it?”
“Yeah,
ofcourse i like. How could you found this place?” Tanya Viola ingin tau. “Aku
sudah lama tau tempat ini, sepupuku pernah mengajakku kesini. Dia salah satu
mahasiswi dikampus kita. Dia bilang kalau ingin mengajak seorang gadis, ajak
saja kesini” jelas Jackson menatap ke mata Viola secara langsung. “So, you
brought me to here?”
Jackson
mengangguk. “Ya, dan aku senang kau menyukainya” Jackson memandang Viola dengan
penuh arti, tapi Viola masih belum bisa menangkap tatapan Jackson. Ia masih
sibuk dengan udara yang ia hirup disini. Begitu segar.
Tiba-tiba
angin datang menyerbu mereka berdua. Angin itu membuat rambut Viola melambai
terbawa angin. Jackson bisa melihat wajah Viola saat ia mendapat tamparan dari
angin itu. Wajahnya terlihat sangat cantik bagi Jackson. Jackson merasa ia baru
saja merasakan sesuatu yang berbeda ketika ia melihat gadis itu.
Melihat
kembali wajah Viola yang tersenyum bahagia saat itu membuat Jackson membuka
mulutnya dan mulai bersenandung.
“I hung up the phone tonightSomething happened for the first time
Deep inside
It was a rush
What a rush
‘Cause the possibility
That you would ever feel the same way
About me
It’s just too much
Just too much
Why do I keep running from the truth
All I ever think about is you
You got me hypnotized
So mesmerized
And I’ve just got to know”
Viola
menolehkan kepalanya kearah Jackson yang sedang bernyanyi dengan merdunya. Kali
ini perasaan Viola langsung jauh lebih tenang. Dan ia merasa pria itu memang
benar-benar bernyanyi untuknya. Bukan orang lain. Ia tak merasa salah atau
terlalu percaya diri lagi. Tapi faktanya, Jackson bernyanyi untuknya. Jackson
bernyanyi untuk Viola. Seorang gadis biasa yang entah mengapa setelah mendengar
suara Jackson gadis itu menjadi lebih bersemangat.
Jackson masih terus bernyanyi sambil menatap kedua
bola mata gadis itu, sepertinya ia terjebak didalam warna coklat almond mata
Viola.
“Do you ever thinkWhen you’re all alone
All that we could be
Where this thing could go
Am I crazy or falling in love
Is it real or just another crush
Do you catch a breath
When I look at you
Are you holding back
Like the way I do
‘Cause I’m trying, trying to walk away
But i know this crush ain’t going
Away
Going away”
Suasa disana
menjadi lebih romantis dari sebelumnya. Angin lembut seolah menjadi properti
dalam kisah mereka. burung-burung kecil seakan menjadi sebuah simfoni yang
mengiringi nyanyian dan nada-nada yang dikeluarkan oleh Jackson.
Mata mereka
bertatapan. Seperti mereka berdua merasa tersihir satu sama lain. Wajah Viola
saat tertiup angin terlihat seperti seorang Angel bagi Jackson dan suara
Jackson bagaikan sebuah bisikan malaikat yang sangat indah untuk didengar.
Mereka tak bisa menyangkal satu sama lain. Mereka harus mengakui bahwa mereka
saling jatuh cinta. Mereka tidak bisa menampik atau mengabaikan rasa yang
sedang mereka rasakan ini.
Viola
menyelipkan sedikit anak rambutnya ketelinga. Ia merasa Jackson bernyanyi dan
berjalan semakin mendekat kearahnya. Viola hanya bisa tersenyum malu.
Jackson
menghentikan nyanyiannya.
“Kenapa
berhenti?” Viola heran. Ia tidak ingin pada saat-saat seperti ini Jackson
berhenti bernyanyi.
“Kau tau arti
dari lagu itu?”
“David
Archuleta? Tentu aku tau”
Jackson
semakin memperkecil jarak mereka berdua. Ia menatap mata Viola dalam. Begitu
dalam.
“Em.. aku
akan membuat pengakuan disini. Kau tau jatuh cinta pada pandangan pertama? Dulu
aku merasa bahwa itu adalah sebuah lelucon dan tak akan pernah terjadi. Tapi
sepertinya aku terkena karma. Aku langsung jatuh hati saat aku melihat seorang
gadis didalam lift. Dia terlihat begitu gelisah lalu menjatuhkan dompet
dihadapanku, aku tak bisa mengabaikannya begitu saja. And you know? She’s so
lovely.. that’s why i sang that song”
Viola
membulatkan matanya dan menutup mulutnya tak percaya.
“Guess what?”
Jackson meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat.
“Gadis itu
ada dihadapanku sekarang, what should i do now?” Jackson masih menatap Viola
begitu dalam dan mengatakan kata-kata itu dengan sangat lemah lembut.
“I Love you,
Viola Lewis” akunya pada Viola. “So, Would you be my girl?”
Air mata
sudah berada diujung mata Viola. Bukan, ia tidak sedih. Viola justru merasa
dirinya menjadi sesuatu yang berharga dimata Jackson.
Viola
cepat-cepat mengangguk. Ia hanya bisa menjawab pertanyaan pria itu dengan
sebuah anggukan.
“Aku tau ini
memang terlalu cepat, tapi bagiku. Tak ada yang terasa lama jika bersamamu”
kata Jackson lalu meraih tubuh Viola kedalam pelukannya.
Jackson
memeluknya erat. Erat tapi lembut, sesuatu yang bisa mereka lakukan karena
mereka menyadari mereka saling menyukai.
0 komentar:
Posting Komentar